Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang perdana praperadilan untuk dua gugatan yang diajukan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, pada Senin, 3 Maret 2025. Sidang ini bertujuan untuk menguji keabsahan penetapan Hasto sebagai tersangka dalam dua kasus berbeda yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kedua sidang tersebut digelar terpisah. Sidang pertama, dengan nomor perkara 23/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL, diketuai Hakim Tunggal Afrizal Hadi dan menguji penetapan tersangka Hasto terkait dugaan suap dalam kasus pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku. Sidang ini merujuk pada Sprindik Nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024.
Sidang kedua, bernomor perkara 24/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL, dipimpin Hakim Tunggal Rio Barten Pasaribu. Sidang ini fokus pada penetapan tersangka Hasto atas dugaan perintangan penyidikan, berdasarkan Sprindik Nomor Sprin.Dik/152/DIK/DIK.01/12/2024. Kedua sidang dimulai pukul 09.00 WIB.
Kasus Dugaan Suap Pergantian Antarwaktu (PAW)
KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR RI, Harun Masiku, pada 23 Desember 2024. Hasto diduga terlibat dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, Komisioner KPU RI periode 2017-2022. Bukti keterlibatan Hasto sebagai Sekjen PDI Perjuangan ditemukan oleh penyidik KPK.
Penetapan tersangka ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024. Kasus ini merupakan bagian dari kasus yang lebih besar yang melibatkan Harun Masiku dan dugaan manipulasi proses pergantian antarwaktu anggota DPR.
KPK menduga adanya kesepakatan antara Hasto, Harun Masiku, dan Wahyu Setiawan untuk mengamankan posisi Harun Masiku sebagai anggota DPR RI. Detail transaksi dan peran masing-masing pihak masih dalam proses pengungkapan oleh KPK.
Kasus Dugaan Perintangan Penyidikan
Selain kasus suap, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan. KPK menduga Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya dalam air dan melarikan diri saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum diperiksa sebagai saksi pada 10 Juni 2024, Hasto menginstruksikan staf pribadinya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan KPK. Hasto juga diduga mengarahkan saksi-saksi lain untuk memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta.
Penetapan tersangka ini berdasarkan Sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024, yang diterbitkan pada 23 Desember 2024. Tindakan Hasto diduga menghambat proses penyidikan KPK dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku.
Penahanan dan Reaksi
KPK menahan Hasto selama 20 hari, terhitung mulai 20 Februari 2025 hingga 11 Maret 2025. Penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan penahanan tersebut untuk kepentingan penyidikan.
Penahanan Hasto menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai pihak. PDI Perjuangan, partai yang diwakilinya, menyatakan akan memberikan pendampingan hukum sepenuhnya kepada Hasto. Sementara itu, pihak lain meminta KPK untuk terus mengusut tuntas kasus ini dan mengungkap semua pihak yang terlibat.
Implikasi dan Analisis
Sidang praperadilan ini menjadi momentum penting untuk melihat kelanjutan kasus Hasto Kristiyanto. Hasil sidang akan berpengaruh signifikan terhadap proses hukum selanjutnya. Jika gugatan praperadilan Hasto dikabulkan, maka status tersangka Hasto bisa dibatalkan. Sebaliknya, jika ditolak, maka proses hukum akan berlanjut ke tahap selanjutnya.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Publik berharap KPK dapat bekerja secara profesional dan obyektif dalam mengungkap seluruh fakta dan menghukum semua pihak yang terlibat tanpa pandang bulu.
Perkembangan kasus ini akan terus dipantau dengan seksama oleh publik. Hasil sidang praperadilan dan proses hukum selanjutnya akan menentukan masa depan politik Hasto Kristiyanto dan mempengaruhi persepsi publik terhadap integritas lembaga negara.





