Aktris Asri Welas baru-baru ini mengumumkan perceraiannya setelah lebih dari satu dekade membina rumah tangga. Pengumuman ini mengejutkan publik, terlebih mengingat usia Asri yang tak lagi muda. Perceraian di usia tersebut menghadirkan tantangan tersendiri, seperti yang diakui Asri sendiri.
Asri mengungkapkan kesulitannya dalam menghadapi perubahan besar ini, terutama terkait dukungan dalam mengurus anak-anak. Ia menyebut hilangnya dukungan praktis dalam hal sekolah dan kegiatan anak-anak sebagai salah satu dampak perpisahan. Hal ini menunjukkan bahwa perceraian bukan hanya mengenai emosi, tetapi juga implikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Psikolog klinis Nirmala Ika memberikan perspektif profesional mengenai perceraian di usia manapun. Menurutnya, tidak ada usia ideal untuk bercerai; setiap perpisahan menghadirkan tantangan unik. Baik di usia muda maupun tua, perceraian tetap merupakan proses yang penuh gejolak emosional dan penyesuaian diri yang berat.
Tantangan Perceraian di Usia 40-an
Perceraian di usia 40-an, seperti yang dialami Asri Welas, memiliki dinamika tersendiri. Pada usia ini, individu biasanya sudah memiliki karir yang mapan dan kehidupan sosial yang terbangun. Perceraian dapat mengguncang stabilitas yang telah terbangun tersebut, menimbulkan ketidakpastian dan tekanan emosional yang signifikan.
Selain itu, faktor finansial juga menjadi pertimbangan penting. Pembagian aset, tanggung jawab finansial anak-anak, dan penyesuaian gaya hidup setelah bercerai membutuhkan perencanaan yang matang. Aspek finansial ini seringkali menjadi sumber konflik dan tekanan tambahan bagi pasangan yang bercerai di usia ini.
Lebih lanjut, perceraian di usia 40-an seringkali dikaitkan dengan pencarian jati diri dan penyesuaian peran sosial. Setelah bertahun-tahun menjalankan peran sebagai pasangan dan orang tua, individu perlu menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai orang tua tunggal atau individu yang kembali memasuki dunia perkencanan.
Saran Psikolog untuk Menghadapi Perceraian
Nirmala Ika menekankan pentingnya persiapan mental, fisik, dan spiritual dalam menghadapi perceraian. Kesiapan mental melibatkan penerimaan atas perubahan besar yang terjadi dan kemampuan untuk mengelola emosi negatif. Kesiapan fisik meliputi menjaga kesehatan jasmani agar tetap mampu menghadapi tekanan. Kesiapan spiritual mencakup mencari dukungan dan kekuatan dari dalam diri maupun sumber spiritual lainnya.
Dukungan sosial juga menjadi faktor kunci dalam melewati masa sulit pasca perceraian. Berbicara dengan orang-orang terdekat, seperti keluarga dan teman, dapat memberikan rasa nyaman dan membantu dalam memproses emosi. Membangun jaringan dukungan ini dapat membantu individu merasa tidak sendirian dalam menghadapi tantangan.
Nirmala juga mengingatkan pentingnya perencanaan yang matang sebelum mengambil keputusan untuk bercerai. Langkah-langkah yang gegabah dapat memperburuk situasi dan menyebabkan penyesalan di kemudian hari, baik dari sisi emosi maupun finansial. Mempertimbangkan konsekuensi secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif.
Kesimpulan
Perceraian, terlepas dari usia, adalah proses yang penuh tantangan. Namun, dengan persiapan yang matang, dukungan sosial yang kuat, dan pemahaman yang tepat, individu dapat melewati masa sulit ini dan membangun kehidupan baru yang lebih baik. Mencari bantuan profesional, seperti konseling atau terapi, juga dapat membantu dalam memproses emosi dan membangun strategi penyelesaian masalah yang efektif.
Perceraian bukanlah akhir dari segalanya. Ini adalah kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan membangun kembali kehidupan dengan fondasi yang lebih kuat. Dengan fokus pada diri sendiri dan kesejahteraan mental, individu dapat melewati masa transisi ini dan menemukan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup pasca perceraian.





